Selasa, 13 Maret 2012

Polisi Diminta Lebih Profesional Mengungkap Kejahatan


Jakarta Banyaknya pengakuan tersangka yang disiksa oleh oknum polisi menujukkan aparat belum memenuhi hak-hak warga negara. Dalam mengungkap kejahatan polisi dituntut untuk selalu profesional.

"Kita ini sudah meratifikasi UU Anti Penyiksaan. Saya kira polisi baiknya harus lebih memperhatikan hak-hak tersangka karena bagaimana pun tersangka saudara kita," kata ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Dr Mudzakkir.

Hal ini disampaikan kepada wartawan usai memberikan kesaksian sebagai ahli dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (13/3/2012).

Tindakan kekerasaan dan penyiksaan terhadap tersangka tersebut acap kali dilakukan terhadap para tersangka. Penyiksaan ini dilakukan langsung oleh oknum polisi atau menyuruh sesama tahanan hingga tersangka menuruti skenario penyidik.

"Polisi harus sadar bahwa semakin dia menggunakan kekerasan terhadap tersangka, itu maknanya polisi lebih menggunakan otot daripada otak," ujar Mudzakir.

Kedepannya, polisi diharap lebih profesional dalam mengungkap setiap kejahatan. Teknik penyidikan harus jeli dalam mengungkap setiap kasus dari pembunuhan, perampokan hingga kejahatan kerah putih. "Memang otot diperlukan tapi harus mengedepankan otak bukan otot," beber Mudzakir.

Kasus terakhir yang mencuat adalah kasus mayat dalam koper di Cilincing. Seorang terdakwa Kris Bayudi disebut terdakwa lainnya Rahmat terlibat pembunuhan sadis tersebut. Awalnya Rahmat mengaku sebagai pelaku tunggal tetapi polisi tidak percaya. Lalu Rahmat dipaksa menunjukkan siapa yang membantunya sehingga terpaksa Rahmat menyebut nama Kris.

Oleh oknum polisi, Kris ditendang, dipukul hingga tidak diberi makan. Tidak hanya itu, seorang tahanan juga membalsem alat kelamin Kris dan memukul kepala Kris hingga bocor. Tujuan penyiksaan ini supaya Kris mengaku terlibat pembunuhan tersebut.

Kasus ini telah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) dan pada Kamis (15/3) rencananya akan memasuki agenda sidang pembacaan putusan sela.

Sementara itu Kabag Penum Mabes Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar mengatakan penyidik kepolisian bekerja sesuai aturan yang diatur UU. Polisi bekerja sesuai kode etik.

"Oleh karenanya bagi mereka yang kedapatan melanggar dan tidak sejalan dengan ketentuan organisasi akan menghadapi sanksi. Kepolisian sebagai institusi negara ada landasan operasional sesuai UU dan kode etik," jelas Kombes Pol Boy Rafli Amar, dalam pernyataannya, Selasa (13/3).

Boy tidak memungkiri, dari jumlah anggota kepolisian yang lebih dari 400 ribu personel, ada oknum-oknum yang tidak sejalan dengan ketentuan Polri. Namun Polri tidak akan pernah berdiam diri menghadapi anggota-anggota yang menyimpang. Bagi mereka yang melanggar akan diberi sanksi dan yang berprestasi akan diberi penghargaan.

(asp/nvt)